Terbiasa dengan Sepi
Pagi hari di sabtu terakhir bulan September. Tak terasa sudah sekitar 8 bulan kita berada dalam masa pandemi. Bahkan saat ini sudah berada dalam fase psbb kedua yang akan berakhir pada 11 oktober nanti.
Sebenernya saya pengen tulis artikel blog dalam bahasa Inggris, tapi yasudahlah minggu depan saya akan mulai pakai bahasa Inggris. Agar writing saya lebih terasah, haha.
Mengenai kesepian- sebuah emosi yg dirasakan manusia berjuta tahun lalu. Dalam novel fiksi buatan Jostein Gaarder, ia menjelaskan ttg mengapa kita diciptakan, bahwa Tuhan merasa kesepian shg diciptakanNya manusia. Saya yg kala itu masih berusia 17 tahun, merenungkan bahwa kalimat yg terdapat dalam novel tsb masuk di akal saya. Alam semesta begitu sepi sehingga diciptakanlah manusia agar dapat mengisi "kesepian" ini.
Lantas, apa hubungan kesepian dgn pandemi kali ini?
Dalam masa psbb kedua ini, bahkan setahun ini banyak orang menghabiskan waktu di rumah. Sekolah dan kerja dari rumah atau yg skrg disebut WFH(Work From Home) atau SFH(School From Home) akrab di telinga maupun sosial media kita. Hal ini menyebabkan isolasi sosial- yang tentunya membuat banyak org menghabiskan waktu sendirian.
Tak jarang banyak perkara muncul lantaran hal ini. Di awal memang terasa sepele, namun pembatasan sosial ini memberi dampak pada hubungan sosial manusia. Manusia yg sejatinya mahluk sosial kini harus menjaga jarak demi mengurai rantai virus ini. Bahkan hubungan romantis saya pun kandas karena pembatasan ini haha. Atau aktifitas kuliah dan kerja yang dilakukan scr individu membuat kita kurang berinteraksi dgn org lain. Lambat laun hubungan pertemanan juga kandas akibat jarang interaksi.
Saya sendiri yang dari awal sudah terbiasa sendiri krn saya anak tunggal- jadi lebih terbiasa dgn kesepian dan rasa sepi. Saya mencoba mengolah rasa sepi tsb dengan mengajukan diri jadi sekretaris kelas, harapannya supaya saya jd lebih sibuk dan ada kerjaan. Tapi ternyata, gak sibuk-sibuk amat. Haha. Sepertinya mau diapakan juga kesepian atau kegabutan (?) Ini akan terus berlanjut selama pandemi. Maka dari itu kita menghadapi 2 pandemi, pandemi virus dan pandemi kesepian.
Ya, memang kita harus mengelola rasa sepi menjadi sesuatu yg produktif- begitu kata admin salah satu akun IG yg membahas psikologi remaja. Namun, saya yg 18 tahun hidup "sendirian" merasa belum relate akan hal itu. Dan satu-satunya cara yang menurut saya cocok untuk survive adalah dengan terbiasa.
Bagaimana dgn anda?
0 Comments
Bebas komen